Aku Sensitif: Insiden Pagi Buta
Aliran sungai membawanya hingga cukup jauh dari lokasi itu, Indri selamat setelah cukup lama hanyut dan akhirnya ia terdampar dibebatuan besar pinggir sungai. Cahaya matahari terik menyinari pandangannya yang kabur. Ia pun merasa lemas dan kedinginan karena baju seragam yang ia kenakan.
"Ahh aku kira sudah mati, ternyata belum. Haah, dimana ini?" Ujar Indri yang kebingungan melihat sekelilingnya.
Mencoba bangkit perlahan namun pasti, melihat dipinggir sungai terdapat kebun pisang yang lebat, ia pun menghampiri untuk mengisi perutnya. Indri berjalan sempoyongan dengan sisa tenaga yang ada untuk meraih pisang itu. Ketenangan makannya seketika terganggu karena terdengar suara langkah kaki berjalan ke arahnya. Suara langkah kaki disemak belukar itu terdengar perlahan dan makin dekat, Indri panik ketakutan dan mencoba menjauh dari tempatnya. Jantungnya berdetak kencang dan tubuhnya gemetaran, perlahan langkahnya mundur dan suara langkah kaki yang asing itu pun tak terdengar lagi.
"Sial siapa lagi itu, aku hampir tidak kuat lagi untuk berjalan" Ucap Indri sambil menghela nafasnya.
"Ahh aku kira sudah mati, ternyata belum. Haah, dimana ini?" Ujar Indri yang kebingungan melihat sekelilingnya.
Mencoba bangkit perlahan namun pasti, melihat dipinggir sungai terdapat kebun pisang yang lebat, ia pun menghampiri untuk mengisi perutnya. Indri berjalan sempoyongan dengan sisa tenaga yang ada untuk meraih pisang itu. Ketenangan makannya seketika terganggu karena terdengar suara langkah kaki berjalan ke arahnya. Suara langkah kaki disemak belukar itu terdengar perlahan dan makin dekat, Indri panik ketakutan dan mencoba menjauh dari tempatnya. Jantungnya berdetak kencang dan tubuhnya gemetaran, perlahan langkahnya mundur dan suara langkah kaki yang asing itu pun tak terdengar lagi.
"Sial siapa lagi itu, aku hampir tidak kuat lagi untuk berjalan" Ucap Indri sambil menghela nafasnya.
Hawa keberadaan seseorang masih ia rasakan, tetapi tak tahu dimana sumber suara itu berasal. Indri terus berjalan ke tengah kebun pisang itu. Menghindar dari tempat ia makan tadi, lalu berhenti sejenak karena kelelahan dan kemudian bersandar disebuah batu besar. Kondisi psikologis nya belum stabil dan rasa terancam terus menghampirinya. Tiba-tiba muncul seseorang dari belakang dan orang itu menepuk bahu Indri. Saat menoleh Indri sangat terkejut dan seketika langsung pingsan ditempat. Hal terakhir yang ia lihat adalah seseorang berpakaian lusuh bertopi merah serta membawa sabit ditangan kanannya. Kesadarannya mulai kembali lagi, namun ia merasa ditempat yang cukup asing baginya. Ia berpikir sepertinya ini tempatnya di alam kubur.
Oh ternyata bukan! Rupanya ia ada disebuah kamar, namun tak tahu mengapa bisa ditempat itu. Terdengar suara pintu terbuka, rupanya dibalik pintu itu muncul seorang wanita paruh baya
"Anda siapa? Apa yang ibu lakukan terhadap ku? Dan dimana aku?!!" Tanya Indri dengan nada yang membentak.
Ibu itu menjelaskan "Tenang saja nak, kamu aman disini. Suami ibu yang membawa mu ke sini, karena setelah ia menepuk bahu mu, tiba-tiba kamu pingsan. Maka dari itu suami ibu membawa mu ke sini Maaf ia mengagetkan mu, ibu sangat khawatir dengan kondisi mu saat itu".
Indri pun menjawab dengan sedikit terbata-bata "Oh be.. begitu, te.. terima kasih bu".
Setelah berbincang cukup lama Indri berkenalan dengan ibu itu yang biasa dipanggil Bu Erna. Perbincangan hangat mereka terhenti sejenak diruang tamu, ketika sedang menonton tv rupanya ada berita pembantaian satu keluarga. Benar apa yang diperkirakan Indri, itu adalah keluarga Mila! Polisi sedang melakukan olah TKP dibelakang taman belakang itu dan berusaha menemukan barang atau jejak yang bisa dijadikan petunjuk. Indri masih trauma soal peristiwa itu, rupanya Bu Erna menyadari dirinya masih shock. Berhubung Bu Erna seorang terapis, ia melakukan hipnoterapi kepada Indri untuk mengatasi traumatisnya. Mengatahui bahwa Indri dari Kampung Alam I, Bu Erna langsung mengantarkan Indri kembali ke rumahnya, karena berhubung rumah Bu Erna di Kampung Alam II yang tidak terlalu jauh dengan rumah Indri. Rupanya sudah 6 hari Indri menghilang dari rumahnya sejak penculikan itu.
Dengan baik hatinya Bu Erna langsung mengantarkan Indri pulang ke rumahnya "Terima kasih Bu.. Saya berterima kasih sekali atas bantuannya. Sungguh Ibu baik sekali" Ujar Indri.
"Ya.. Sama-sama, jaga diri mu nak" Bu Erna pun meninggalkan area rumahnya.
Sore hari disekitar taman belakang polisi telah memasang batas agar tidak dilewati oleh warga sekitar. Indri tidak ingin memikirkan kejadian traumatis itu, ia berusaha membiarkannya semua lewat dari benaknya.
"Aku pulang.." kata Indri, yang juga mengucapkan salam, namun tak ada jawaban
Ketika mengetuk pintu rumah dan membukanya, Indri tidak menemukan seorang pun dirumah. Kemungkinan orang tua Indri sedang berada diluar maka Indri bergegas masuk dan beristirahat kembali. Indri bangun dari tidurnya namun waktu telah menunjukkan pukul 8 malam. Membuat Indri bingung karena orang tuanya belum pulang juga, mencoba menghubungi lewat telepon pun tak ada jawaban. Masih sangat ketakutan bagi Indri untuk sendirian dirumah. Dengan hati yang resah dia berharap orang tuanya segera pulang. Saat hendak kembali ke kamar, Indri melihat seorang perempuan yang pernah ia lihat sebelumnya berjalan ditaman melewati garis polisi. Benar! itu adalah gadis yang ia lihat saat itu. Ia hanya sekilas melihat sosok itu dan langsung pergi tak terlihat lagi.
"Astaga, siapa itu?! Semoga ini bukan pertanda buruk yang akan terjadi lagi" Ucap Indri yang gemetaran.
Kebetulan juga hari itu adalah hari Kamis, Indri masih memikirkan nasib temannya yang tidak diketahui keberadaannya saat ini. Ia begitu merindukan keberadaan Mila sahabatnya, ia bersedih sepanjang malam itu. Sudah hampir seminggu ia merindukannya dan sangat teringat akan hal yang telah terjadi terhadap keluarganya. Malam semakin larut namun orang tua Indri belum pulang juga, Indri hanya bisa terdiam menunggu kedatangan orang tuanya dikamar.
DUG.. DUG.. DUG.. DUG..
Pukul 02.30 pagi, terdengar suara langkah kaki mendekat ke arah kamar Indri yang berada di lantai 2. Suara langkah kaki itu membuat Indri tersadar dari tidurnya. Indri bangun dari kasurnya dan memperhatikan pintu kamarnya itu, mendengar langkah kaki yang mendekat dan kemudian berhenti tepat didepan pintu kamarnya. Perasaan cemas mulai menghampiri, ia mencoba untuk tidak bersuara. Suara langkah itu tak terdengar lagi, dan Indri memberanikan diri untuk membuka pintu kamarnya.
Kreek..
Dibuka dengan perlahan.. Namun tak ada siapa-siapa disana, melihat ke sekitarnya dan mencoba menuruni tangga. Terlihat sekilas sosok perempuan menuruni tangga dan menuju ruang tamu. Indri mengikutinya, namun saat diruang tamu tidak ada siapa-siapa.
"Siapa disitu? Paa.. Maa?" Ujar Indri dengan nada suara cukup tinggi
Kemudian ia mengecek kamar orang tuanya, sulit dipercaya rupanya mereka belum juga pulang hingga pagi-pagi.
Bau anyir
Tak masuk akal sekali bau anyir malah tercium diruang tamu rumahnya. Mencoba mencari dari mana baunya namun tak ketemu, bau itu makin kuat disekeliling Indri. Hingga memaksa Indri untuk keluar dari rumah. Udara pagi yang cukup dingin dan angin yang berhembus kencang menghilangkan bau itu dari penciumannya.
Ia mencoba mengecek ke taman belakang, rupanya bau itu tercium lagi. Ia melihat tepat didekat ayunan, terdapat sebuah kotak kardus berukuran sedang diletakkan. Ketakutannya mulai muncul lagi akan trauma peristiwa yang dialaminya dulu. Mendekat dengan langkah gemetar, bau anyir itu makin tercium dari kardus itu. Indri membuka perlahan kardus itu dengan sangat hati-hati. Bagian atas kardus telah terbuka dan Indri sangat tidak menyangka melihat isinya! Ia berteriak hingga membuat tubuhnya terdorong kebelakang karena kagetnya, seketika ia menangis sejadi-jadinya hingga isak tangis yang tak terelakkan. Isinya adalah potongan bagian tubuh Ari, temannya yang dimutilasi!!
"WUAHH.. Kenapa kamu jadi korban begini rii!! Siapa yang melakukan ini?!" Tanya Indri sambil menangis tersedu-sedu.
Tak tahan dengan bau anyir busuk yang menyengat hidung, Indri mual dan muntah ditempat. Perasaannya makin tak karuan saja atas kasus yang makin timbul dalam kehidupannya, korban selanjutnya ternyata Ari. Perhatian Indri tertarik karna melihat sesosok perempuan yang menuju ke semak-semak taman belakang yang telah dibatasi garis polisi. Ia mengikutinya dari belakang dan memasuki semak-semak itu dengan berjalan cukup jauh kedalamnya. Sosok perempuan itu menghilang seketika, lalu terlihat dari kejauhan rupanya ada sebuah rumah tua yang tak terawat dan juga dibatasi garis polisi, rasa makin penasaran membuatnya terdorong untuk memasuki rumah itu. Keadaan rumah yang usang itu ternyata sedang diselidiki polisi. Garis polisi didepan pintu ruangan menarik perhatiannya.
Indri memberanikan membuka pintu itu dan melihat sebuah ruangan kosong yang bau anyirnya menyengat. Oh tidak! itu adalah lokasi yang dijadikan tempat pembantaian oleh pria bertopeng itu. Lagi-lagi Indri harus kembali flashback dengan kejadian itu, mengingat lokasi itu adalah saksi bisu pembantaian keluarga temannya.
"Kamu ingat dengan tempat ini? Menakjubkan bukan? Satu keluarga telah terkirim ke neraka atas perbuatan mereka itu" Seseorang mengatakan itu dari belakang Indri.
Indri sangat kaget dan perlahan menoleh kebelakang, dan ternyata itu adalah si pria bertopeng biadab! Pria itu dengan posisi badan yang menyender dipintu sambil menyilangkan tangannya, namun dengan tatapan misteriusnya menatap Indri.
"Teganya kamu membantai keluarga teman ku! Kau adalah orang yang berpikiran pendek selama aku hidup. Tidak berperasaan dan tak jelas apa perbuatan mu itu!" Ujar Indri yang mencaci maki
"Sudah ku bilang, aku melakukannya bukan tanpa alasan, mereka melakukan hal yang tak seharusnya dilakukan. mereka pantas untuk mati. Dan mereka lah yang sesungguhnya manusia biadab" Jawab pria itu.
"Apa maksudmu itu? Aku tak mengerti sama sekali". Ujar Indri
"Kamu hanya anak labil yang tak tahu apa-apa, ASAL KAMU TAHU mereka adalah majikanku.. Aku bekerja untuk mereka selama setahun, tapi perlakuan mereka sungguh tak pantas terhadap ku. Setiap aku bekerja jika ada kesalahan, mereka langsung menghujat ku dengan caci makian. Dan anak ku yang baru berumur 5 tahun lah yang menjadi korbannya, sama seperti gambaran yang kamu saksikan. Alasan mereka menganiaya anak ku karena mencoret-coret dinding rumah" Ucap pria bertopeng itu dengan nada yang membentak.
"Hanya karena itu kamu membantai keluarga teman ku? Dimana rasa kemanusiaan mu?.." Jawab Indri
Pertanyaan Indri dipotong oleh pria itu "..Aku sebagai orang tua berhak melindungi anak ku, namun aku sungguh tak terima dengan perbuatan mereka! Anak ku yang kutitipkan kepada mereka malah dibunuh dengan tragis, ayah dan ibu teman mu menghardik anak ku serta menganiyaya hingga meregang nyawa!"
"Melapor kepada polisi bukan lah jalan akhirnya, aku ingin kabur pun diancam. Ya, dan anak ku telah dikubur disamping halaman rumah teman mu itu, agar kasusnya tetap tertutup. Namun aku harus membalaskan dendam. Karena aku tak terima dan itu sangat menyakiti hati ku sebagai orang tua yang merawatnya selama ini". Pria itu menjelaskan kepada Indri apa yang melatar belakangi tindakannya
"Aku mengerti bahwa hal yang terbaik adalah melakukan sesuatu dengan benar dan semaksimal mungkin. Tetapi apa bila sampai membunuh majikan mu, itu sungguh keterlaluan dan tak manusiawi". Jawab Indri dengan singkat
Pria itu mendekati Indri dan mengambil sebuah balok yang tergeletak disitu seraya berkata "Karena kamu telah mengetahui kisahnya, maka aku tidak bisa membiarkan mu hidup. Cepat atau lambat maut akan menjemput mu".
Dengan rasa takutnya Indri terpaku dan tak bisa bergerak, yang dilakukannya hanyalah mundur menjauh dari pria itu.
Wusshh
Ayunan balok itu dilayangkan dan nyaris mengenai kepala Indri, Indri hanya berusaha berlari diruangan itu. Lagi-lagi balok diayunkan.. Kali ini meleset. Indri juga mengambil sebuah besi untuk pertahanan dirinya, namun kali ini dia terkena hantama balok kayu yang cukup keras dilengan kirinya. Untung saja Indri masih bertahan meski menahan sakit.

"Ahh.. Sialan!" Kata Indri yang terkena hantaman balok
Indri berlari menghindari pria itu dan mencoba keluar dari ruangan itu. Berlari menghindar secepat mungkin hanya dia bisa lakukan sambil memegang setengkai besi itu. Berhasil keluar dari rumah itu ia pun berlari menembus semak-semak hingga ke dalamnya. Ntah sampai mana ia masuk semak-semak itu, ia hanya berlari terus menjauh. Namun pria itu tetap mengejarnya secepat mungkin. Lagi-lagi ia mengayunkan balok itu ke arah Indri, namun meleset. Untuk yang kedua kalinya ia berhasil lagi mengahantam lengan Indri yang bagian kirinya.
Kini posisi berbalik, Indri yang memukuli kepala
pria bertopeng itu. Ia membuka topengnya dan ternyata pembunuh sadis itu adalah Pak Didi,
pembantu rumah tangga keluarga Mila. Sepengetahuan Indri, Pak Didi juga adalah
orang yang tertutup, kebetulan juga hanya melihatnya dan tak menyapanya.
Pak Didi terlihat kesakitan dikepalanya, wajah lebam membiru diwajahnya, serta
darah yang mengalir dari pelipis. Bukan berarti Pak Didi terdiam saja dengan
keadaannya, ia berusaha bangkit walau sambil dipukuli Indri.
Oh ternyata bukan! Rupanya ia ada disebuah kamar, namun tak tahu mengapa bisa ditempat itu. Terdengar suara pintu terbuka, rupanya dibalik pintu itu muncul seorang wanita paruh baya
"Anda siapa? Apa yang ibu lakukan terhadap ku? Dan dimana aku?!!" Tanya Indri dengan nada yang membentak.
Ibu itu menjelaskan "Tenang saja nak, kamu aman disini. Suami ibu yang membawa mu ke sini, karena setelah ia menepuk bahu mu, tiba-tiba kamu pingsan. Maka dari itu suami ibu membawa mu ke sini Maaf ia mengagetkan mu, ibu sangat khawatir dengan kondisi mu saat itu".
Indri pun menjawab dengan sedikit terbata-bata "Oh be.. begitu, te.. terima kasih bu".
Setelah berbincang cukup lama Indri berkenalan dengan ibu itu yang biasa dipanggil Bu Erna. Perbincangan hangat mereka terhenti sejenak diruang tamu, ketika sedang menonton tv rupanya ada berita pembantaian satu keluarga. Benar apa yang diperkirakan Indri, itu adalah keluarga Mila! Polisi sedang melakukan olah TKP dibelakang taman belakang itu dan berusaha menemukan barang atau jejak yang bisa dijadikan petunjuk. Indri masih trauma soal peristiwa itu, rupanya Bu Erna menyadari dirinya masih shock. Berhubung Bu Erna seorang terapis, ia melakukan hipnoterapi kepada Indri untuk mengatasi traumatisnya. Mengatahui bahwa Indri dari Kampung Alam I, Bu Erna langsung mengantarkan Indri kembali ke rumahnya, karena berhubung rumah Bu Erna di Kampung Alam II yang tidak terlalu jauh dengan rumah Indri. Rupanya sudah 6 hari Indri menghilang dari rumahnya sejak penculikan itu.
Dengan baik hatinya Bu Erna langsung mengantarkan Indri pulang ke rumahnya "Terima kasih Bu.. Saya berterima kasih sekali atas bantuannya. Sungguh Ibu baik sekali" Ujar Indri.
"Ya.. Sama-sama, jaga diri mu nak" Bu Erna pun meninggalkan area rumahnya.
"Aku pulang.." kata Indri, yang juga mengucapkan salam, namun tak ada jawaban
Ketika mengetuk pintu rumah dan membukanya, Indri tidak menemukan seorang pun dirumah. Kemungkinan orang tua Indri sedang berada diluar maka Indri bergegas masuk dan beristirahat kembali. Indri bangun dari tidurnya namun waktu telah menunjukkan pukul 8 malam. Membuat Indri bingung karena orang tuanya belum pulang juga, mencoba menghubungi lewat telepon pun tak ada jawaban. Masih sangat ketakutan bagi Indri untuk sendirian dirumah. Dengan hati yang resah dia berharap orang tuanya segera pulang. Saat hendak kembali ke kamar, Indri melihat seorang perempuan yang pernah ia lihat sebelumnya berjalan ditaman melewati garis polisi. Benar! itu adalah gadis yang ia lihat saat itu. Ia hanya sekilas melihat sosok itu dan langsung pergi tak terlihat lagi.
"Astaga, siapa itu?! Semoga ini bukan pertanda buruk yang akan terjadi lagi" Ucap Indri yang gemetaran.
Kebetulan juga hari itu adalah hari Kamis, Indri masih memikirkan nasib temannya yang tidak diketahui keberadaannya saat ini. Ia begitu merindukan keberadaan Mila sahabatnya, ia bersedih sepanjang malam itu. Sudah hampir seminggu ia merindukannya dan sangat teringat akan hal yang telah terjadi terhadap keluarganya. Malam semakin larut namun orang tua Indri belum pulang juga, Indri hanya bisa terdiam menunggu kedatangan orang tuanya dikamar.
DUG.. DUG.. DUG.. DUG..
Pukul 02.30 pagi, terdengar suara langkah kaki mendekat ke arah kamar Indri yang berada di lantai 2. Suara langkah kaki itu membuat Indri tersadar dari tidurnya. Indri bangun dari kasurnya dan memperhatikan pintu kamarnya itu, mendengar langkah kaki yang mendekat dan kemudian berhenti tepat didepan pintu kamarnya. Perasaan cemas mulai menghampiri, ia mencoba untuk tidak bersuara. Suara langkah itu tak terdengar lagi, dan Indri memberanikan diri untuk membuka pintu kamarnya.
Kreek..
Dibuka dengan perlahan.. Namun tak ada siapa-siapa disana, melihat ke sekitarnya dan mencoba menuruni tangga. Terlihat sekilas sosok perempuan menuruni tangga dan menuju ruang tamu. Indri mengikutinya, namun saat diruang tamu tidak ada siapa-siapa.
"Siapa disitu? Paa.. Maa?" Ujar Indri dengan nada suara cukup tinggi
Kemudian ia mengecek kamar orang tuanya, sulit dipercaya rupanya mereka belum juga pulang hingga pagi-pagi.
Bau anyir
Tak masuk akal sekali bau anyir malah tercium diruang tamu rumahnya. Mencoba mencari dari mana baunya namun tak ketemu, bau itu makin kuat disekeliling Indri. Hingga memaksa Indri untuk keluar dari rumah. Udara pagi yang cukup dingin dan angin yang berhembus kencang menghilangkan bau itu dari penciumannya.
Ia mencoba mengecek ke taman belakang, rupanya bau itu tercium lagi. Ia melihat tepat didekat ayunan, terdapat sebuah kotak kardus berukuran sedang diletakkan. Ketakutannya mulai muncul lagi akan trauma peristiwa yang dialaminya dulu. Mendekat dengan langkah gemetar, bau anyir itu makin tercium dari kardus itu. Indri membuka perlahan kardus itu dengan sangat hati-hati. Bagian atas kardus telah terbuka dan Indri sangat tidak menyangka melihat isinya! Ia berteriak hingga membuat tubuhnya terdorong kebelakang karena kagetnya, seketika ia menangis sejadi-jadinya hingga isak tangis yang tak terelakkan. Isinya adalah potongan bagian tubuh Ari, temannya yang dimutilasi!!
"WUAHH.. Kenapa kamu jadi korban begini rii!! Siapa yang melakukan ini?!" Tanya Indri sambil menangis tersedu-sedu.
Tak tahan dengan bau anyir busuk yang menyengat hidung, Indri mual dan muntah ditempat. Perasaannya makin tak karuan saja atas kasus yang makin timbul dalam kehidupannya, korban selanjutnya ternyata Ari. Perhatian Indri tertarik karna melihat sesosok perempuan yang menuju ke semak-semak taman belakang yang telah dibatasi garis polisi. Ia mengikutinya dari belakang dan memasuki semak-semak itu dengan berjalan cukup jauh kedalamnya. Sosok perempuan itu menghilang seketika, lalu terlihat dari kejauhan rupanya ada sebuah rumah tua yang tak terawat dan juga dibatasi garis polisi, rasa makin penasaran membuatnya terdorong untuk memasuki rumah itu. Keadaan rumah yang usang itu ternyata sedang diselidiki polisi. Garis polisi didepan pintu ruangan menarik perhatiannya.
Indri memberanikan membuka pintu itu dan melihat sebuah ruangan kosong yang bau anyirnya menyengat. Oh tidak! itu adalah lokasi yang dijadikan tempat pembantaian oleh pria bertopeng itu. Lagi-lagi Indri harus kembali flashback dengan kejadian itu, mengingat lokasi itu adalah saksi bisu pembantaian keluarga temannya.
"Kamu ingat dengan tempat ini? Menakjubkan bukan? Satu keluarga telah terkirim ke neraka atas perbuatan mereka itu" Seseorang mengatakan itu dari belakang Indri.
Indri sangat kaget dan perlahan menoleh kebelakang, dan ternyata itu adalah si pria bertopeng biadab! Pria itu dengan posisi badan yang menyender dipintu sambil menyilangkan tangannya, namun dengan tatapan misteriusnya menatap Indri.
"Teganya kamu membantai keluarga teman ku! Kau adalah orang yang berpikiran pendek selama aku hidup. Tidak berperasaan dan tak jelas apa perbuatan mu itu!" Ujar Indri yang mencaci maki
"Sudah ku bilang, aku melakukannya bukan tanpa alasan, mereka melakukan hal yang tak seharusnya dilakukan. mereka pantas untuk mati. Dan mereka lah yang sesungguhnya manusia biadab" Jawab pria itu.
"Apa maksudmu itu? Aku tak mengerti sama sekali". Ujar Indri
"Kamu hanya anak labil yang tak tahu apa-apa, ASAL KAMU TAHU mereka adalah majikanku.. Aku bekerja untuk mereka selama setahun, tapi perlakuan mereka sungguh tak pantas terhadap ku. Setiap aku bekerja jika ada kesalahan, mereka langsung menghujat ku dengan caci makian. Dan anak ku yang baru berumur 5 tahun lah yang menjadi korbannya, sama seperti gambaran yang kamu saksikan. Alasan mereka menganiaya anak ku karena mencoret-coret dinding rumah" Ucap pria bertopeng itu dengan nada yang membentak.
"Hanya karena itu kamu membantai keluarga teman ku? Dimana rasa kemanusiaan mu?.." Jawab Indri
Pertanyaan Indri dipotong oleh pria itu "..Aku sebagai orang tua berhak melindungi anak ku, namun aku sungguh tak terima dengan perbuatan mereka! Anak ku yang kutitipkan kepada mereka malah dibunuh dengan tragis, ayah dan ibu teman mu menghardik anak ku serta menganiyaya hingga meregang nyawa!"
"Melapor kepada polisi bukan lah jalan akhirnya, aku ingin kabur pun diancam. Ya, dan anak ku telah dikubur disamping halaman rumah teman mu itu, agar kasusnya tetap tertutup. Namun aku harus membalaskan dendam. Karena aku tak terima dan itu sangat menyakiti hati ku sebagai orang tua yang merawatnya selama ini". Pria itu menjelaskan kepada Indri apa yang melatar belakangi tindakannya
"Aku mengerti bahwa hal yang terbaik adalah melakukan sesuatu dengan benar dan semaksimal mungkin. Tetapi apa bila sampai membunuh majikan mu, itu sungguh keterlaluan dan tak manusiawi". Jawab Indri dengan singkat
Pria itu mendekati Indri dan mengambil sebuah balok yang tergeletak disitu seraya berkata "Karena kamu telah mengetahui kisahnya, maka aku tidak bisa membiarkan mu hidup. Cepat atau lambat maut akan menjemput mu".
Dengan rasa takutnya Indri terpaku dan tak bisa bergerak, yang dilakukannya hanyalah mundur menjauh dari pria itu.
Wusshh
Ayunan balok itu dilayangkan dan nyaris mengenai kepala Indri, Indri hanya berusaha berlari diruangan itu. Lagi-lagi balok diayunkan.. Kali ini meleset. Indri juga mengambil sebuah besi untuk pertahanan dirinya, namun kali ini dia terkena hantama balok kayu yang cukup keras dilengan kirinya. Untung saja Indri masih bertahan meski menahan sakit.
"Ahh.. Sialan!" Kata Indri yang terkena hantaman balok
Indri berlari menghindari pria itu dan mencoba keluar dari ruangan itu. Berlari menghindar secepat mungkin hanya dia bisa lakukan sambil memegang setengkai besi itu. Berhasil keluar dari rumah itu ia pun berlari menembus semak-semak hingga ke dalamnya. Ntah sampai mana ia masuk semak-semak itu, ia hanya berlari terus menjauh. Namun pria itu tetap mengejarnya secepat mungkin. Lagi-lagi ia mengayunkan balok itu ke arah Indri, namun meleset. Untuk yang kedua kalinya ia berhasil lagi mengahantam lengan Indri yang bagian kirinya.
“Aww..
Lenganku!” Indri terjatuh karena hantaman balok itu
Tanpa
menunda pria bertopeng itu memukuli Indri yang terjatuh, tak ada ampun baginya
yang terpenting perbuatannya tidak diketahui polisi dan tak ada jejak maupun
informasi yang tertinggal. Badan Indri dipukuli sekeras mungkin, Indri
berteriak-teriak namun tak ada yang mendengarnya. Kondisi fisiknya penuh luka
lebam, pelipis sebelah kirinya sobek, tulang lengan kirinya retak.
“Ahh
tolong!! Sudah!! Biarkan aku hidup.. Tolong!” Indri meronta-ronta dan berusaha
bertahan
Namun
pria itu membiarkannya merasakan sakit dahulu dan berhenti sejenak memukuli
Indri. Melihat peluang yang lengah dari pria itu, Indri berusaha bangun dan menghantam
kepala pria bertopeng itu dengan besi ditangannya.
PAKK!!
Tepat
dibagian ubun-ubun kepalanya, pria itu meronta kesakitan.
“Ahh..
Brengsek! Beraninya kamu!” Ujar pria itu dengan nada yang kesakitan
Sontak
ketika Indri tak mampu menghantamkan besinya, kini Pak Didi bangkit dan
menghantam Indri dengan besi yang dipegang Indri. Lagi-lagi Indri menerima
pukulan itu dengan telak dilehernya.
“Ahh..
Sakit!!” Indri kesakitan dengan hantaman besi ke lehernya itu
Namun
Pak Didi kali ini tidak ada ampun lagi, ia menghajar wajah dan perut Indri tanpa ada
ampun. Indri sudah terkulai lemas dan tak berdaya lagi. Kondisinya yang
sekarat membuat Pak Didi semakin bernafsu untuk membunuhnya. Dibangunkan lah
Indri dengan menarik rambutnya yang panjang, Lehernya yang kesakitan dicekik oleh Pak Didi dan kemudian dihantamkan
lah wajahnya ke pohon beringin besar.
“Mati
kau!!” Ujar Pak Didi
Indri
pun terkapar tak berdaya, lehernya hingga tak bisa lurus dan posisi kepalanya
yang sekarang menjadi miring ke kanan. Ketika Pak Didi ingin menusukkan besi
itu diperut Indri, rupanya polisi telah memergoki mereka.
“Angkat
tangan! Tiarap!” Seru polisi dari belakang Pak Didi
Pak
Didi tak memperdulikannya, ia hanya ingin membunuh Indri saat itu juga. Tanpa menunda lagi ia langsung menusukkan besi kecil itu ke perut Indri.
"Aahhh sakit!!" Teriak Indri yang kesakitan mencoba menahan sakit dengan memejamkan matanya
Matahari mulai memancarkan sinarnya, saat itu juga lah polisi menembak Pak Didi tepat di kepalanya.
"Aahhh sakit!!" Teriak Indri yang kesakitan mencoba menahan sakit dengan memejamkan matanya
Matahari mulai memancarkan sinarnya, saat itu juga lah polisi menembak Pak Didi tepat di kepalanya.
DOR!!
Darah
mengucur dari kepalanya hingga muncrat mengenai Indri. Pak Didi pun terjatuh
dan tewas ditempat. Untuk yang kedua kalinya, nyawa Indri selamat dari maut. Pelaku pembunuhan sadis itu pun telah tewas dan Indri yang sekarat pun segera mendapatkan pertolongan pertama dari polisi kemudian segera membawanya ke rumah sakit. Begitu juga dengan mayat Pak Didi juga segera
diamankan oleh polisi.
Selang beberapa hari setelah kejadian pagi buta itu
membuat Indri harus dirawat dirumah sakit, rupanya orang tua Indri saat itu
sedang ke kantor polisi untuk menanyakan penyelidikan hilangnya Indri. Tepat hari Kamis dimalam Jumat. Indri masih was-was dan tidak bisa
tenang dengan kejadian yang belum semua terungkap olehnya. Malam hari itu juga,
Indri melihat sesosok wanita berpakaian serba hitam itu lagi, kali ini dia
melambaikan tangannya namun wajahnya tak terlihat. Maka bisa dipastikan bahwa
Indri harus mengungkap seluk-beluk kejadian ini secara tuntas. Mengingat juga
bahwa ada kejadian janggal yang harus ia ketahui.
"Siapa yang kamu lukai, maka kamu harus memberikan obatnya. Jika tidak maka dia akan membalas mu"
Comments
Post a Comment