Cinta, Rindu, dan Jarak

Persepsi ku mengenai cinta adalah suatu rasa yang tumbuh dan telah dimiliki oleh setiap insan manusia kepada sesuatu yang sifatnya abstrak. Tidak berbentuk, tidak berwujud. Namun terwujud oleh sesuatu. Kepada sesama manusia misalkan. Atau kepada hobi dan kegemaran contoh lainnya. Mungkin menurut orang lain dunia terlalu kejam, manusia dituntut untuk mencintai sesuatu hal yang harus diolah dengan pemikiran filsafat. Aku setuju saja dengan pendapat orang lain, toh aku juga yang termasuk setuju dan terkadang menulis seperti itu seperti sekarang ini.

Aku bersama Karim selalu mampir di Fakultas Farmasi hanya untuk makan siang atau sekedar nongkrong menikmati kopi dengan kebulan asap rokok filter. Kantin disini memang menyediakan menu yang paling banyak dan variatif daripada di fakultas lain. Sebenarnya aturan di Fakultas itu tidak boleh merokok. Ku lihat seorang bapak dengan santainya menghisap rokok kretek sambil mengangkat kaki di kursi menjadi contohku untuk berperilaku demikian. Kalau ditegur tentu minta maaf dan setidaknya aku memiliki alibi. Mahasiswa sebagai agen perubahan, mahasiswa tidak sepatutnya begitu. "Mau jadi apa bangsa ini dengan meniru contoh itu?", mungkin ada kata-kata dari politisi munafik.

"Kamu gak makan, Yos?", tanya Karim ketika aku membakar sebatang rokok.

"Nanti, duluan aja", aku menikmati rokok dulu sebelum makan, karena aku tidak terlalu suka menikmati rokok setelah makan. Seleraku mengatakan itu menghancurkan cita rasa makanan yang dikonsumsi sebelumnya.

"Masuk jam 1 siang kan?"

"Iya, Yos", Karim mengunyah makanan dengan lahap. Cara dia makan seporsi ayam geprek cepat sekali. Doyan atau lapar, ntah lah. Pasti hanya 5 kali kunyah. Bagiku itu tidak menikmati makanan, yang harusnya menurut para ahli dikunyah harus 12 sampai 32 kali.

Disela makan dan hisapan rokokku, Karim mengeluhkan sikap pacar Nayla dan Nayla sendiri. Perempuan bernama Nayla itu sahabat kami yang sudah punya pacar, berbeda dengan kami yang masih.. ah sudah lah. Jadiannya pun masih terbilang baru beberapa bulan lalu setelah selesai ospek tingkat Universitas. Sampai ospek fakultas yang menyebalkan, aku selalu bersama Karim. Dan kami baru bertemu Nayla saat ospek fakultas. Aku yang tidak terlalu tertarik dengan perempuan di kampus ini hanya mengikuti alur kehidupan kampus saja. Mungkin sampai waktunya skripsi begini dan ketika aku sudah waktunya ditanya "kapan nikah?", sedangkan aku masih sendiri karena tidak mencari. Tidak begitu juga sih.

Kalau mencintai itu memang seharusnya peduli. Kalau tidak peduli apakah tidak mencintai? Pertanyaanku mengawang ketika teman-teman ku, termasuk Karim menceritakan sebuah kasus yang sama. Karim berharap Nayla segera mendapatkan kejelasan soal hubungannya dengan pacarnya. Ketidakpedulian pacar orang menjadi cerita keluh kesah sahabatku yang orang Jawa Timur ini. Dan daripada menerima umpan balik yang membuat terbawa perasaan mengalir terus sampai bermuara di hati, ini menjadi permasalahan. Karim memang menyukai Nayla semenjak ospek fakultas, begitupun Nayla juga menyukai Karim. Saat Karim mengunjungi indekos Nayla, ia spontan menyatakannya. Nayla tersipu malu. Mereka mengungkapkan hal yang senada. Tapi apakah mereka akan saling mencintai?

Perhatian yang diberikan oleh pacar Nayla sifatnya stagnan, namun aku berpikir mungkin saja kebetulan Nayla memacari lelaki yang tidak romantis.

"Dia kalo nanya ke Nayla cuma: "lagi apa say?", "udah makan belom?", "banyak tugas", dan responnya cuma, kata Oh", tiru Karim sambil mensuarakan isi chattingan Nayla dengan pacarnya, ia sampai memonyongkan mulutnya meniru kata "Oh" panjang.

Hari Rabu yang sedang mendung di Kota Pahlawan ini sepertinya cocok untuk bercerita, setelah otak kami dipanaskan dengan mata kuliah dan dosen yang membuat ingin keluar kelas saja. Biasanya Christy juga ikut makan bersama kami.

Pucuk dicinta, ulam pun tiba. Christy datang dan duduk di sebelahku yang baru saja menyelesaikan pembakaran 2 batang rokok. Tidak seperti Karim yang lapar, ia hanya butuh tempat berkeluh kesah. Ia bercerita apapun yang mengharuskan aku hanya jadi pendengar. Ditengah pembicaraan lagi-lagi soal cinta. C-I-N-T-A. Lagunya D'Bagindaz yang terkenal ketika aku SD. Bukan. ini tentang hubungan Christy dengan gebetannya. Ia terbawa perasaan. Salah satu yang membuat terbawa perasaan itu adalah kontak fisik, bukan hanya secara lisan saja. Secara keadaan psikologisnya, ia juga mengamini hal itu. Lelaki ini memberi perhatian layaknya Dilan. Tidak. Menurutku Dilan lebih romantis. Walaupun dengan gombalan ringan sedikit menggelikan nan logisnya itu membuat wanita melting. Kenyamanan dengan kontak fisik yang membuat jangkar kepadanya. Sudah demikian gebetannya ini berkomitmen untuk tetap dengan Christy. Tidak berpacaran. Aku berpikir komitmen seperti apa itu? Kalau suatu saat gebetannya meninggalkan apakah melanggar komitmen juga? Laki-laki itu memang selalu tergoda dengan pesona wanita. Peringatanku terhadapnya. Apa lagi wanita kampus. Mungkin salah satunya ayam kampus yang membuat berpaling? Jancuk.

Bukan haya soal gebetannya yang satu fakultas kukatakan seperti kekanak-kanakkan setelah melihat chatting mereka. Namun kali ini dia juga bercerita tentang kepribadiannya. Ini sebuah kasus yang aku harus tangani. Ia tiba-tiba menangis. Karim melongo. Kami mengernyitkan dahi. Mungkin ada sekitar 10 detik aku dan Karim terdiam sejenak. Ia rindu keluarganya di kampung halaman. Padahal baru saja satu minggu perkuliahan dimulai setelah liburan. Jarak ke kampung halamannya saja cuma berjarak kurang lebih 94 km saja. Berbeda denganku yang berasal dari Ibu Kota negara yang kurang lebih berjarak 764 km. Pulang pun aku hanya satu semester sekali, kecuali ada hal lain aku akan segera pulang. Ini soal rindu kepada keluarga. Terbiasa disayang dan dimanja, wajar saja pergi ke tanah rantau terbawa pikiran. Sedangkan di tanah orang ini sedang mempunyai misi khusus untuk mewujudkan cita-cita.

Christy selalu merasa tidak memiliki energi dikala sendiri. Maka dari itu dia tidak boleh sendiri dan harus terus ditengah orang banyak, tapi yang saling mengenal. Setiap hari di kampus bertemu dengan orang banyak pun belum tentu mengenal. Ekstrovert. Istilah yang diberikan oleh Carl Gustav Jung. Perempuan yang baru berulang tahun ke-18 itu merasa kesepian. Padahal tidak ada yang mengusiknya. Yang mengusiknya hanyalah kesepiannya itu. Diciptakan oleh dirinya sendiri karena kerumunan manusia yang banyak itu tidak semuanya membuat ia merasa bahagia. Setelah jam pulang kuliah jika tidak ada perihal lain, tujuan dia ke kosan. Kebutuhan atau candu terhadap internet juga membuatnya nyaman di kos, karena ada wifi gratisan dan tidak perlu terusik kegaduhan di kampus. Padahal di kampus sendiri ada wifi gratis, tapi ya begitu. Kalau ramai tetap saja aksesnya terbatas. Kalaupun dapat, sinyalnya mengenaskan. Sayangnya kenyamanan menggunakan wifi gratis tidak senada dengan suasana hatinya itu.

Hal bodoh namun sebenarnya aku kasihan terhadapnya, mengungkapkan ingin bunuh diri saja. Itu menjadi momok orang terdekatnya, termasuk aku. Kalau suatu waktu aku dihantui arwah penasaran, tidak tenanglah hidupku ini karena gagal mencegah orang mati konyol.

"Kalo kamu Yosi, gimana sama si anu?", aku berpura-pura berpikir siapa si anu. Sebenarnya aku tahu.

"Yang mana?", jawabku sambil nyengir.

"Oceana, Paris van Java", Karim menyenggol lenganku dengan sikunya. Aku terkekeh

Aku mengiyakan dengan menjawab "baik-baik saja". Dirinya, nama dia, tentang dia, perhatian tentang dia, secuil hal bodoh untuknya. Pertanyaanku. Apakah berarti? Apakah dia hanya menerima untuk berperilaku sopan kepada yang memberi? Tanpa merespon sinyal yang sama dengan hati ini?

Seperti yang kukatakan tadi, banyaknya perempuan di kampus tetap saja tidak menarik hati. Dibandingkan dia yang kini kuliah disana. Kira-kira jaraknya.. ehm. Aku agak malas menghitungnya. Seperti percuma saja menghitung jarak antara aku dan dia. Kalau pun aku menghitung, belum tentu dia pasti menghitung jarak antara dia dan aku. Masalahnya disini adalah dia dengan siapa sekarang? Aku tidak tahu dan ingin bertanya hal sesensitif itu pun takut ia menjauh. Yosi seorang lelaki pengecut? Silahkan mengatakan begitu. Namun menurutku ini adalah sebuah kebijaksanaan. Sederhananya aku ingin dia.

Lucu saja setelah aku menceritakan tentang Oceana. Aku yang sesak hanya menenangkan dengan cara yang lebih tambah konyol. Mengambil sebatang lintingan tembakau untuk dinikmati. Sudah kesehatan mental terancam, kesehatan fisik pun terancam. Bisa aku minta tolong kepada siapapun? Tuhan tidak akan menolong secara langsung, karena aku tahu Dia akan mengutus seseorang.

"Kamu menjauh aja dari Oceana, Yos. Lama-lama kan lupa", celetuk Christy

"Ini aja udah jauh jarak, sama jauh hati. Udah pas bukan? Tapi kenapa gak lupa ya?"

Christy menepuk pundakku, ekspresiku hanya tersenyum seakan tidak bermasalah. Sebenarnya ini adalah masalah lama. Tapi tidak ada penyelesaian. Tunggu, bukan kah menyelesaikan masalah cinta tidak seperti menyelesaikan sengketa tanah atau warisan yang hitam diatas putih?

Cerita kami memang sepele. Unik saja jika diceritakan. Apa lagi cerita seorang Yosi, mungkin dia nya saja cemen tidak mau follow up Oceana. Hahaha. Di akhir cerita, Karim mendapat sinyal kuat, Nayla putus dengan pacarnya. Ia tinggal memutuskan berpacaran dengan Nayla atau tidak. Christy dengan komitmennya yang aneh. Aku? Terawang-awang oleh Oceana, seperti namanya. Samudra luas yang belum ada ujungnya, berbagai spekulasi bermunculan apakah aku dapat menaklukannya atau malah tenggelam terkena ombak.

Ini tentang cinta, rindu, dan jarak yang memisahkan dengan hitungan peluang yang rumit. Unpredictable. Sebatang rokok kubakar kembali untuk menertawakan saja cerita temanku dan diriku sendiri, setidaknya menghibur daripada menonton Stand Up Comedy yang kesannya makin terpaksa untuk melucu. Jancuk.

Langit tampak tidak bersahabat. Awan abu-abu pekat telah menyelimuti. Perlahan langit meneteskan air matanya. Daripada kami mandi hujan ditengah jalan, kami segera bersiap. Pertemuan hari ini menutup cerita untuk sementara, mungkin kelanjutannya lebih baik. Atau bisa jadi tidak sesuai ekspetasi. Kami pun pamit pulang ke kosan masing-masing..

Comments

Popular Posts